GROSIR PULSA ELEKTRIC MULTI OPERATOR TERMURAH DAN TERPERCAYA, BUKTIKAN SENDIRI

Tahukah Anda? Kita Turut Membunuh Bayi Palestina Jika…

Bila hari ini Anda masih saja membeli produk-produk yang mendukung eksistensi Zionis-Israel, itu berarti hari ini Anda bersama dengan Zionis Israel, sudah ikut membunuhi bayi-bayi Palestina.

Banyak kalangan mengatakan bahwa memori umat Islam itu pendek. Pernyataan ini ternyata ada benarnya. Ketika seorang DR. Yusuf Qaradhawi mengeluarkan fatwa boikot dan mengharamkan umat Muslim membelanjakan uangnya membeli produk-produk Zionis di bulan November 2000, maka nyaris serentak Dunia Islam menyambutnya dengan gempita. Aksi boikot bergaung ke seluruh dunia.

Dalam waktu tidak sampai dua tahun sejak fatwa boikot itu dikeluarkan, perekonomian Zionis-Israel nyaris bangkrut. Buku “Ketika Rupiah Jadi Peluru Zionis” (Rizki Ridyasmara; Alkautsar; 2006) mencatat fenomena ini dengan lugas:

Mantan PM Israel Ehud Barak, pada 3 Juli 2002, mengatakan bahwa perekonomian Israel tengah berada dalam titik kritis. PM Israel Ariel Sharon mengamininya dan berkata, “Saat ini kami tengah berada dalam situasi amat sulit.”

Dalam kesempatan lain, Menteri Keuangan Israel Silvan Shalom juga mengeluh bahwa investor luar negeri telah kehilangan kepercayaan untuk menanamkan investasinya di wilayah pendudukan Zionis-Israel. Grafik perekonomian Israel menunjukkan penurunan yang amat berarti.

Pekan pertama Juli 2002, data statistik resmi Israel menunjukkan jumlah turis yang datang mengunjungi negeri Zionis itu dalam satu musim di tahun 2002 hanya berjumlah 33.000. Padahal dalam periode yang sama di tahun 2001, tercatat 116.000 turis mengunjungi negeri Zionis itu, dan pada periode 2000 terdapat 500.000 turis. Ini berarti hanya dalam waktu dua tahun, jumlah turis yang mengunjungi Israel mengalami penurunan lebih dari 90 persen!.

Dalam waktu yang sama, tingkat hunian hotel-hotel di Israel juga turun drastis hingga 47 persen. Haim Shapiro yang menulis untuk Harian Jerusalem Post menyatakan hal itu dengan mengutip laporan Asosiasi Perhotelan Israel. Bahkan bila dibandingkan dengan musim kunjungan di tahun 2000, sebelum meletus intifadhah dan seruan boikot, tingkat hunian hotel di Israel mengalami penurunan hingga 80 persen.

Dari daftar laporan itu diketahui, tingkat hunian hotel di Eilat hanya 10 persen, di Laut Mati hanya 4 persen, Herzliya 5 persen, dan Haifa 4 persen. Ini adalah angka terburuk dalam sejarah Israel. Dengan sendirinya, perusahaan maspakai penerbangan Israel, El Al, juga mengurangi jumlah penerbangan ke Eropa dan Amerika hingga 10-30 persen. Ini dinyatakan oleh pejabat CEO El Al-Yitzchak Amitai.

Dalam bidang industri militer, Israel juga mengalami pukulan yang hebat akibat intifadhah dan boikot. Kontraktor bidang pertahanan Israel, Israel Military Industries (IMI), sampai mem-PHK sekitar 800 hingga 1.000 pekerjanya, menutup sekurangnya lima unit pabrik senjatanya, menggabungkan (merger) unit-unit usaha yang dianggap bisa dilakukan sebagai langkah efisiensi, dan memikirkan kemungkinan upaya privatisasi. Itu dinyatakan oleh pimpinan IMI Arieh Mizrahi dalam rapat resmi dengan Federasi Pekerja Histadrust yang dipimpin oleh MK Amir Peretz.

Dalam laporannya, IMI mengalami defisit keuangan yang dianggap berbahaya, sekitar 30-40 juta dollar AS di tahun 2002, padahal IMI merupakan salah satu industri strategis Israel yang paling bergengsi dan besar.

Kampanye boikot dan gerakan intifadhah yang berlangsung di Dunia Islam juga menyebabkan Israel harus kehilangan investasinya dalam jumlah yang sangat besar. Wartawan Ha’aretz, Oded Hermoni, menulis sebuah laporan yang menyebutkan bahwa Venture Capital Funds (VCs) yang menanamkan investasi di Israel antara tahun 1999 hingga 2001 telah kehilangan hingga 5 miliar dollar AS dari keseluruhan investasi sebesar 6, 5 miliar dollar AS.

Yoram Tietz dari Ernst & Young Israel (Kost, Forer & Gabbay) menyatakan, “Yang bisa diterangkan adalah, 2 miliar dollar AS hilang disebabkan ditutupnya sejumlah perusahaan, sedang yang 3 miliar dollar AS hilang disebabkan terdepresi oleh situasi perekonomian dan politik di Israel yang terus-menerus menunjukkan grafik yang kurang menguntungkan.”

Dalam kuartal kedua tahun 2002, laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan hi-tech di Israel dari sisi investasi dan kerjasama proyek mengalami penurunan tajam hingga 43 persen atau 291 juta dollar AS dibanding pendapatan dalam kuartal yang sama di tahun 2001. Temuan ini dilaporkan oleh Israel Venture Capital (IVC). Data ini diperoleh setelah IVC melakukan survey terhadap 99 perusahaan penanaman modal dan 68 kelompok perusahaan yang terkemuka di Israel.

Kolapsnya Zionis-Israel menghapus mitos selama ini bahwa negeri Zionis itu tidak terkalahkan oleh apa pun. Aksi intifadhah yang digelorakan Mujahidin Palestina dan disertai kampanye aksi boikot yang secara massif diikuti mayoritas umat Islam di Timur Tengah, dan sebagian lagi di Asia, Afrika, Eropa, serta Amerika, mampu meremukkan perekonomian negeri Zionis tersebut.

Pertanyaannya adalah, “Jika benar-benar kolaps, mengapa hingga kini Israel bisa tetap eksis dan bahkan menjadi semakin kuat?” Jawabannya ada pada Amerika Serikat di mana tokoh-tokoh pro-Zionis di negeri itu segera bertindak pro-aktif membantu Zionis-Israel.

Presiden George W. Bush dengan cepat menyetujui program bantuan AS kepada Israel tahun 2002 sebesar 2, 04 miliar dollar AS dalam bidang militer dan persenjataan, serta 730 juta dollar AS dalam bidang keuangan. Jumlah bantuan AS ini nyaris mendekati 20 persen dari total bantuan luar negeri AS ke seluruh dunia. Tapi jumlah ini pun dirasa tidak cukup. Kongres AS mengusulkan Gedung Putih agar menaikkan jumlah bantuan kepada Israel dan akhirnya disetujui.

Ini baru bantuan yang bersifat resmi dari pemerintah ke “pemerintah”. Belum lagi donasi-donasi lain dari berbagai sumber pendanaan swasta di Amerika yang mengalir ke Israel.

Kolapsnya perekonomian Israel cukup mengejutkan tokoh dan pejabat Zionis-Yahudi di Washington. Sungguh hebat daya hantam aksi boikot yang dilakukan oleh negara-negara Arab dan lainnya tersebut. Berbagai tokoh zionis di Amerika dan juga negara-negara lain dengan cepat menggalang aksi solidaritas bagi Israel.

Di Amerika, Paul Wolfowitz, pejabat Gedung Putih yang juga seorang Yahudi garis keras, menggalang acara solidaritas Israel yang diberi nama “Stand With Israel”. Aksi solidaritas yang diikuti ratusan ribu kelompok pro-Israel ini diisi acara penggalangan dana solidaritas untuk Israel. Dalam waktu singkat, ratusan juta dollar AS berhasil dihimpun. Acara penggalangan dana juga dilakukan di berbagai pertemuan kelompok-kelompok pro Israel, juga di internet dan media massa. Para pengusaha zionis di AS juga menyalurkan bantuan dalam jumlah besar ke Israel. Dalam waktu singkat, Israel yang sesungguhnya telah “melihat gerbang kematian”, kembali bugar.

Bagaimana dengan umat Islam? Gaung aksi boikot ternyata hanya ‘hangat-hangat tahi ayam’. Banyak yang berdalih bahwa kita tidak bisa hidup tanpa produk Amerika. Alasan seperti ini sungguh tidak masuk di akal, karena bunyi fatwanya adalah mengharamkan membelanjakan uang kita untuk membeli produk Zionis, bukan mengharamkan kita memakai atau mengkonsumsinya. Yang jadi persoalan adalah mengucurkan uang kita untuk mereka, bukan pada produknya.

Jika kita masih saja enggan, itu berarti kita masih saja ikut dengan Zionis-Israel membunuhi bayi-bayi Palestina yang tak berdosa. Sudah siapkah kita mempertanggungjawabkan semua itu di akhirat? (Rz)